Ayah yang mewariskan Bakat Sepakbolanya kepada Anaknya

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan karier para pemain ini. Kesuksesan di jagat sepak bola menular hingga ke anak. Seorang ayah bisa menjadi inspirasi yang baik untuk anak. Anak-anak selalu menjadikan ayah sebagai panutan mereka. Hal ini terjadi juga di dunia sepakbola, kesuksesan sang ayah diteruskan kembali oleh anaknya. Berikut ini ada beberapa Ayah yang mewariskan bakat sepakbolanya kepada sang Anak

           1. Cesare Maldhini dan Paulo Maldhini

​    Cesare dan Paulo Maldini mungkin saja menjadi pasangan ayah dan anak yang paling sukses di dunia sepakbla Italia. Sang ayah, Cesare Maldini merupakan bek tengah AC Milan pada periode 1954-1966. Cesare tercatat bermain sebanyak 347 kali untuk Milan dan mencetak tiga gol. Di timnas, Cesare memperkuat Italia di Piala Dunia 1962 dan 1966, Sedangkan Sang anak Paolo Maldhini tampil lebih gemilang dari pada ayahnya. Seumur hidup, Paolo hanya membela satu klub, AC Milan, selama 24 tahun. Ia total bermain 647 kali di Rossoneri sekaligus menjadi pemain yang bermain terbanyak di Serie-A.

     Mereka berdua merupakan ayah dan anak yang paling sukses sebagai pemain. Cesare meraih empat trofi Serie A dan European Champions bersama AC Milan sebagai kapten. Sang anak, Paolo Maldini meraih trofi yang jauh lebih banyak dari sang ayah. Ia meraih 26 trofi selama 25 tahun karirnya bermain di AC Milan, dengan tujuh trofi Serie A dan lima kali juara Champions League.

Uniknya, Cesare dan Paolo sama-sama pernah mengangkat Piala Champions (di era Cesare bernama European Cup). Cesare mengangkat piala tersebut sebagai kapten AC Milan pada 1963 kala usianya 31 tahun. Paolo melakukannya pada 2003 di usia 35 tahun. Mereka tercatat sebagai satu-satunya ayah-anak yang bisa melakukan hal itu.

           2. Peter Schmeichel dan Kasper Schmeichel

     Peter Schmeichel bak seorang pahlawan ketika Timnas Denmark menjuarai Euro 1992, nama Peter Schmeichel tak tergantikan ketika dia menjaga gawang tim mana pun dan Bersama Manchester United, Peter meraih treble winner pada 1999 lewat penampilan heroiknya.
     Sama Seperti Ayahnya, Sang anak Kasper Schmeichel, juga memilih karier sebagai penjaga gawang. Sempat memperkuat Manchester City, Akhir-akhir ini namanya terkenal usai performa mengesankan bersama Leicester City di Liga Premier. Dia ikut andil dalam membawa Leiceter City Ke Puncak Liga Inggris dan berpeluang besar untuk juara Liga Inggris. Kasper adalah kiper yang bagus, tapi tak pernah bisa menyamai kehebatan sang ayah yang melegenda. Sama seperti ayahnya juga, ia adalah penjaga gawang di bawah mistar “Tim Dinamit” Denmark.

           3. Frank Lampard (Senior) dan Frank Lampard (Junior)

​     Ayah dan anak ini memiliki nama yang sama, sang ayah biasa dipanggil Lampard senior. Sang ayah memang bukan langganan Timnas Inggris, tetapi untuk di tingkat klub, Lampard senior sudah mencapai status legenda. Frank Lampard senior membela West Ham sejak 1967 hingga 1985 (18 tahun). Ia tampil sebanyak 551 kali untuk West Ham United dan mengumpulkan dua trofi FA Cup. Frank Lampard senior memutuskan untuk gantung sepatu pada 1986 di Southend United.

     Frank Lampard junior memiliki karir yang lebih cemerlang dibanding sang ayah. Si Junior ini bahkan telah menjadi legenda saat ia masih bermain bersama Chelsea. Lampard tercatat sebagai gelandang tersubur sepanjang sejarah Premier League (139 gol). Di Chelsea ia mengumpulkan 13 trofi juara termasuk tiga kali juara Premier League dan satu kali Champions League. Lampard mencatatkan diri sebagai pencetak gol terbanyak untuk Inggris dari titik penalti (7 kali). Lampard junior sampai sekarang dianggap sebagai salah satu gelandang terbaik milik Inggris.

           4. Harry Redknap dan Jemie Redknap

     Harry Redknap adalah pemain West Ham United pada periode 1965 hingga 1972. Ia tercatat bermain 175 kali dalam 7 musim. Posisinya saat itu adalah gelandang. Setelah pensiun, Harry memulai karier kepelatihannya dengan menangani Bournemouth, klub yang juga pernah dibelanya selama 4 musim, pada 1983. Sembilan tahun menangani klub ini, Harry kemudian berhasil mendapatkan kesempatan untuk melatih tim-tim Premier League, yaitu Porstmouth, Southampton, dan terakhir Tottenham Hotspurs.

     Prestasi tertingginya hanya mengantar Portsmouth menjuarai Piala FA 2008. Namun, Harry Redknap selalu memberikan sentuhan magis untuk tim yang diasuhnya. Bersama Tottenham, ia bisa mengantar Tottenham Hotspurs menembus Liga Champions Eropa tahun 2010/2011. Sang anak, Jamie redknap, memulai karier di bawah asuhan Sang Ayah di Bournemouth. Pada 1991, ia memutuskan hijrah ke Tottenham kemudian ke Liverpool dan meraih kesuksesan bersama The Reds. Selama 11 tahun di Liverpool, Jamie bermain 238 kali. Dari segi penampilan di timnas, Jamie lebih baik daripada sang ayah. Jamie sudah 17 kali merumput bersama The Three Lions sedangkan Harry tidak pernah dipanggil ke timnas. Setelah mendapatkan beberapa kali cedera serius, Jamie Redknap memutuskan pensiun di Southampton pada 2005.

           5. Johan Cruyff dan Jordi Cruyff

     Johan Cruyff disebut-sebut sebagai salah satu pemain terhebat yang pernah lahir di bumi. Dia dianggap legenda sepak bola Belanda, bahkan dunia. Kehebatannya di atas lapangan masih sering diceritakan banyak orang hingga sekarang.  Pemain yang lekat dengan konsep total football ini adalah legenda hidup Belanda. Selama 11 tahun membela Ajax, Cruyf mencetak 204 gol. Cruyff juga membawa Ajax menjuarai Eredivisie, Liga Belanda selama delapan kali Cruyf  Pindah ke Spanyol dan bermain di Barcelona. Setelah pensiun dan menjadi pelatih tim Catalan ini, Cruyff bahkan kemudian menjadi salah satu pelatih tersukses El Barca dengan mengantar Barcelona menjuarai La Liga 4 kali berturut-turut dari 1991 hingga 1994. Untuk urusan timnas Belanda, jika Cruyff mencetak gol, Belanda tidak pernah kalah. Sayang, prestasi tertingginya hanyalah membawa Belanda menjadi runner up Piala Dunia 1974

     Ketika nama besar Cruyff diwariskan kepada sang anak Jordy Cruyff, ekspektasi besar disematkan di pundaknya. Namun, Jordy seperti terbebani dengan ekspektasi itu. Sang anak, Jordi, memulai karier di Barcelona ketika klub tersebut ditukangi sang ayah. Namun seiring dipecatnya Johan Cruyff, Jordi juga mesti pindah dari Barcelona. Kemudian dia pindah ke Manchester United dan menjadi pemain utama pada musim 1996/1997. Namun setelah cedera, Jordi mesti terus tergeser dari Pemain inti Manchaster United hingga akhirnya ia kembali ke Spanyol, bermain untuk Celta Vigo, Alaves, dan Espanyol. Sementara itu, bersama timnas Belanda, Jordi tampil 9 kali dan mencetak 1 gol. Setelah gantung sepatu pada 2010 saat membela Valetta, klub di Liga Malta, Jordi menjadi manajer AEK Larnace.

           6. Valentino Mazzola dan Sandro Mazzola

     Valentino Mazzola adalah pemain kunci klub Torino pada dekade 1940-an. Dalam kurun waktu itu, Valentino sukses membawa Torino memborong 5 scudetto Serie A lima musim berturut-turut. Sayangnya, Valentino ikut meninggal dalam tragedi Superga Crash. Saat itu seluruh pemain utama Torino tewas dalam kecelakaan pesawat terbang.

     Sandro Mazzola, anak Valentino, melanjutkan kesuksesan sang ayah. Sandro bergabung dengan Internazionale Milan dan menjadi salah satu legenda bagi klub tersebut. Bersama Inter, Sandro memenangkan empat gelar Serie A dan dua gelar juara Eropa pada 1960-an hingga awal 1970-an.

           7. Mazinho Alcantara, Thiago Alcantara dan Rafinha Alcantara

     Mazinho Alcantara merupakan gelandang andalan Brazil ketika mereka menjuarai Piala Dunia AS 1994, Mazinho sempat bermain di Italia sebelum mengakhiri karirnya di Spanyol. Kedua anaknya, Thiago Alcantara dan Rafinha Alcantara merupakan salah satu talenta terbaik saat ini. Thiago Alcantara yang merupakan jebolan La Masia diproyeksikan untuk menggantikan Xavi. Thiago Alcantara menjadi salah sati tulang punggung Barcelona era Pep Guardiola, Diu usia belia ia sudah merasakan nikmatnya meraih 5 Gelar dalam 6 Kompetisi pada tahun 2011. Sebelum akhirnya pindah ke Bayern Munchen. Thiago pernah mengantarkan Spanyol U-21 menjuarai Piala Eropa U-21 pada tahun 2011 dan menjuarai Piala Eropa U-17 pada tahun 2008. Sedangkan sang adik, Rafinha sampai sekarang masih meretas karier di Barcelona.

     Yang unik dari kedua anak Mazinho ini adalah mereka berdua bermain di Timnas berbeda. Thiago Alcatantara memilih untuk bermain di Timnas Spanyol sedangkan Rafinha memilih untuk bermain di Brasil.

           8. Miguel Reina dan Jose Manuel Reina

     Miguel Reina adalah mantan kiper dua klub terbaik Spanyol, Barcelona dan Atletico Madrid. Di Barcelona, Miguel berhasil mendapatkan trofi Ricardo Zamora pada musim 1972/1973. Penghargaan ini diberikan kepada kiper yang paling sedikit kebobolan selama semusim. Empat musim kemudian, Miguel mengulang prestasi mendapatkan trofi Ricardo Zamora di Atletico Madrid. Di timnas Spanyol, ia bermain 5 kali.  Semasa bermain di kedua klub tersebut ia sudah meraih tujuh trofi juara.

Sang anak, Jose Manuel Reina mengikuti jejak ayahnya dengan bermain sebagai kiper, ia memulai karier dari Barcelona. Pemain yang dijuluki Pepe ini sempat hijrah ke Villareal sebelum menjadi pemain utama di Liverpool. Ia sudah mengumpulkan delapan trofi untuk klub yang sebagian besar ia dapatkan di Liverpool. Kemudian Pada Tahun 2013 reina memutuskan untuk pindah ke Napoli. Pepe Reina juga merupakan bagian dari skuat Spanyol Juara Piala Dunia Afrika Selatan 2010.​

           9. Jean Djorkaeff dan Youri Djorkaeff

     Jean Djorkaeff adalah pemain nasional Prancis pada 1960-an hingga awal 1970-an. Dia menghabiskan sebagian besar karirnya di liga Prancis dan sudah bermain di 500 pertandingan lebih bersama Lyon, Marseille, dan PSG. Untuk level timnas senior, Jean Djorkaeff bermain 48 kali untuk Prancis, termasuk di Piala Dunia 1966. Ia sempat melatih beberapa klub seperti Olympique Marseille, Paris FC, FC Grenoble, dan AS Saint-Étienne sebelum beristirahat total dari sepakbola pada 1984.

Sang anak Youri Djorkaeff karirnya lebih cemerlang, dia menjadi salah satu pemain tersukses di Prancis. Youri menjadi salah satu pemain kunci Prancis saat menjuarai Piala Dunia 1998 dan Euro 2000. Total, ia bermain sebanyak 82 kali dan mencetak 28 gol. Di Tingkat Klub, Youri pernah mencicipi empat liga terbaik Eropa, yaitu Liga Prancis, Liga Italia, Liga Jerman, dan Liga Inggris. Bersama Internazionale,Youri menjuarai Piala UEFA 1998 dan Membawa PSG juara UEFA Cup

      10.   Pablo Forlan dan Diego Forlan

     Dari Uruguay, ada Pablo dan Diego Forlan. Pablo adalah pemain timnas Uruguay pada era 1960-an hingga 70-an. Pablo juga masuk dalam tim Uruguay pada Piala Dunia 1966. Sang anak, Diego Forlan, tercatat sebagai striker kelas satu. Sempat bermain di Manchester United, Villareal,  Atletico Madrid, Inter Millan, Internacional dan kini bermain di Cerezo Oskan di Liga Jepang.

      Di timnas Uruguay, posisi Forlan tidak tergantikan. Kita masih mengingat bagaimana Forlan bahu-membahu dengan Suarez untuk mengantarkan Uruguay menembus semifinal Piala Dunia 2010 dan Meraih Posisi Ke 4. Forlan sendiri tercatat sebagai pemain terbaik pada Piala Dunia yang digelar di Afrika Selatan tersebut.

• Tweet
• Share
• Share
• Share
• Share

About Admin MC3

This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.

Related Post